KONSEP
FARMAKOLOGI SECARA UMUM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Farmakologi
bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system
biologis.
Farmakologi
Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien
terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak,
geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
B. Rumusan
Masalah
Dalam perumusan
masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. apa
Pengertian konsep farmakologi ?
2. apa
pengertian farmakodinamika ?
3. apa
pengertian farmakokinetik ?
4. macam-macam
Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya ?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui tentang konsep dasar farmakologi secara
umum.
D. Metode Penulisan
Metode yang
digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu
penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini.
BAB II
KONSEP
FARMAKOLOGI SECARA UMUM
I. Farmakologi
bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system
biologis.
Farmakognosi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang
dapat digunakan sebagai obat.
Farmasi
(English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional kesehatan yang
merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai
tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional
bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker.
Farmakologi
Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien
terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak,
geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
Farmakologi
Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari
pemanfaatan obat untuk tujuan terapi.
Toksikologi
adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan
bagi organisme hidup.
II. Konsep Dasar
Farmakodinamika
Farmakodinamika
mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh
obat terhadap fisiologi tubuh.
1. Mekanisme
Obat
Efek obat
terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan
reseptor atau bagian tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui mekanisme sbb:
a. Interaksi
obat-reseptor
Obat+Reseptor
memberikan efek farmakologi, disebut agonis. Contoh: agonis reseptor
kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin, pilokarpin.
Obat+Reseptor menghalangi obat lain memberikan efek farmakologi, disebut
antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium,
skopolamin.
b. Interaksi
obat-enzim
Contoh: obat
penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE) sehingga memberikan efek
kolinergik a.l. neostigmin, parathion.
c. Kerja
non-spesifik (tanpa ikatan dengan reseptor atau enzim)
Contoh:
Na-bikarbonas (merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein), norit
(mengikat racun atau bakteri)
2. Reseptor Obat
Reseptor dapat
berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak yang merupakan
bagian dari sel, ribosom, atau bagian lain. Semakin banyak obat yang menduduki
reseptor, berbanding lurus dengan kadar obat dalam plasma. Reseptor yang
umumnya dikenal a.l. reseptor kolinergik/muskarinik, reseptor alfa-adrenergik
(alfa-1 & alfa-2), reseptor beta-adrenergik (beta-1 & beta-2).
3. Transmisi
Sinyal Obat
Interaksi obat
dengan reseptor mengasilkan bisa menghasilkan efek agonis, agonis parsial,
antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif.
4. Interaksi
Obat-Reseptor
Interaksi
obat-reseptor sering dianalogikan sebagai GEMBOK-KUNCI. Obat adalah Kunci,
Reseptor adalah Gembok. Kecocokan obat dengan reseptor tertentu tergantung pada
struktur molekulnya.
5. Kerja Obat
yang Tidak Diperantarai Reseptor disebut juga Kerja Non Spesifik.
Parameter-parameter
Farmakologi.
III.
Farmakokinetik
Farmakokinetika
merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke
dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi,
distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh.
Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak
seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.
1). Absorpsi dan
Bioavailabilitas
Kedua istilah
tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat
dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut.
Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi
secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini
menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu,
tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi
sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian
oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut.
Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass
metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai
bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya
mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan
dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi
sistemik.Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan
cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya
nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
2) Distribusi
Setelah
diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.
Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat
fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya
di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan,
yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan
otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup
jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera,
kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah
waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena
celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas,
kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel
dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak
akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di
cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein
plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan.
Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat
terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi
protein.
3)
Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi
atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi
dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah
menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam
lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya
obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri
kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau
tidak toksik. Ada
obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim
biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih
lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.Enzim yang berperan dalam
biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni
enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada
isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim
metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel
jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4) Ekskresi
Obat dikeluarkan
dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi
lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan
resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di
tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis
perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat
dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosisatau interval pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan
rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti
dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk
menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan
logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.
Macam-macam
Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya
Pulvis
(Serbuk)
Merupakan
campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
Pulveres
Merupakan serbuk
yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan
pengemas yang cocok untuk sekali minum
Tablet
(Compressi)
Merupakan
sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet Kempa
Æ paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya
tergantung design cetakan
b. Tablet Cetak
Æ dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
c. Tablet
Trikurat Æ tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang
ditemukan
d. Tablet
Hipodermik Æ dibuat dari bahan yang mudah larut ataumelarut sempurna dalam air.
Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet
Sublingual Æ dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan
meletakkan tablet di bawah lidah.
f. Tablet Bukal
Æ digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
g. Tablet
Efervescen Æ tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat
atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
h. Tablet Kunyah
Æ cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah
ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk
sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk
pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan
kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
Kapsulae
(Kapsul)
Merupakan
sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat
larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
- Menutupi bau
dan rasa yang tidak enak
- Menghindari
kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
- Lebih enak
dipandang
- Dapat untuk 2
sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan
antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan
bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
- Mudah ditelan.
Solutiones
(Larutan)
Merupakan sediaan
cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya
dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau
penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat
juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral
(diminum) dan larutan topikal (kulit).
Suspensi
Merupakan
sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase
cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral(juga termasuk susu/magma),
suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga
bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
Emulsi
Merupakan
sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan
yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya,
umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
Galenik
Merupakan
sediaan yang dibuat dari bahan baku
yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
Extractum
Merupakan
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
Infusa
Merupakan
sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada
suhu 900 C selama 15 menit.
Immunosera
(Imunoserum)
Merupakan
sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan
pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat
kuman/virus/antigen.
Unguenta
(Salep)
Merupakan sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok.
Suppositoria
Merupakan
sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,
vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Tujuan pengobatan yaitu:
Penggunaan
lokal Æ memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi
karena hemoroid.
Penggunaan
sistemik Æ aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah,
chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
Guttae (Obat
Tetes)
Merupakan
sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat
dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang
disebutkan Farmacope Indonesia .
Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris
(tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes
hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
Injectiones
(Injeksi)
Merupakan
sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang
tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
BAB III
KESIMPULAN
Farmakognosi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang
dapat digunakan sebagai obat.
Farmakodinamika
mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh
obat terhadap fisiologi tubuh.
Jadi, macam –
macam jenis farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2009).
Sariawan Bayi. (http//febryan.com/?p=38) diakses 22 Mei 2010
Pukul 17.30 WIB
Anurogo, Dito.
(2008). Tips Praktis mengatasi Sariawan.
(http://www.pewartakabarindonesia.blogspot.com)
di akses 21 juni 2010
Pukul 12.00 WIB
Effendi, Nasrul.
(1998). Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta
: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar