Kamis, 09 Agustus 2012

KTI PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG KUSTA


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta Berasal dari bahasa india Khusta dikenal sejak 1400 tahun sebelm masehi. Kata lepra ada disebut-sebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa Hebrew Zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa kulit lainya. Ternyata bahwa berbagai deskriptip mengenai penyakit inisangat kabur, apalagi jika dibandingkan dengan kusta yang kita kenal sekarang ini. (Sri Linuwih 2002)
         Kusta atau lepra merupakan penyakit yang menyerang sel saraf tepi, dan organ tubuh dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi dengan normal. kusta disebabkan oleh bakteri tahan yang  asam, gram positif, yaiu micobakterium Leprae. Penularan kusta dapt terjadi melalui kontak langsung dengan penderita dan udara pernafasan. Namun hal ini tergantung dari imunitas tubuh individu. Jika imunitas tinggi kemungkinana untuk menderita penyakit ini sangat jarang. (erni 2010).
1
 
         Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit kusta hanyalah sekedar sejarah kelam masa lalu. Kenyataannya tidak seperti anggapan  banyak orang,  penderita penyakit kusta di Indonesia justru meningkat.  Tantangan lain yang tidak kalah beratnya adalah aspek sosial psikologis yang ditanggung oleh para penderita penyakit kusta. Mereka mendapat stigma, dan kemudian menjadi korban tindakan diskriminatif, dikucilkan dari pergaulan sosial, dan sulit memasuki lapangan kerja secara fair.
            Selain itu, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit kusta adalah kutukan dari Tuhan Yang maha Esa atas dosa-dosa yang pernah dibuat, dan kutukan itu diyakini dapat mendatangkan bencana. Penderita kusta terisolisasi dan dikucilkan dari masyarakat luas.  Bahkan,  mereka tidak diakomodir dengan baik oleh masyarakat umum dan juga beberapa instansi.  Mereka dianggap sebagai orang yang perlu dikasihani atau bahkan dihindari dalam artian tidak diberikan kesempatan untuk berapresiasi dalam hidup mereka. Kurangnya kesadaran dari penderita kusta untuk berobat juga merupakan alasan meningkatnya kusta di Indonesia.  Dan juga kurang sosialisasi dari tenaga kesehatan untuk memberikan pengetahuan kepada penderita kusta dan masyarakat yang sehat. (Erni wibowo, 2010).
WHO melaporkan pada 115 negara dan teritori pada 2006, prevalensi terdaftar kusta pada awal tahun 2006 adalah 219.826 kasus. Penemuan kasus baru pada tahun sebelumnya adlaah 296.499 kasus. (Sasaki S 2006)
Menurut Prof Tjandra, di Indonesia saat ini masih ada 14 Propinsi yang  dengan beban kusta yang tinggi, dengan angka penemuan kasus baru  lebih besar dari 10 per 100,000 penduduk atau penemuan kasus baru di atas 1.000 kasus per tahun. Sampai akhir 2008 tercatat 17.441 kasus baru kusta di Indonesia, (ErniWibowo 2010)
          Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut), Sukarni, di Medan mengatakan sepanjang tahun 2010 tercatat 202 kasus penyakit kusta dari berbagai daerah di provinsi Sumatra Utara. (Sukarni, 2011)
        Sedangkan di Kabupaten Labuhan Batu Penyakit kusta sampai saat ini masih merupkan masalah kesehatan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk kusta Sebanyak 29 orang dengan persentase penderita kusta yang selesai berobat sebesar 79,31% ( 23 orang yang selesai berobat) sedangkan 20, 68% lagi atau 6 orang lagi masihg tahap pengobatan. (Profil DINKES 2009).
       Sebenarnaya pemerintah telah melakukan  program untuk mengatasi penularan kusta, yaitu membuat perkampungan khusus kusta.  Perkampungan itu tujuannya untuk memudahkan pengobatan penderita kusta  dan mengurangi risiko penularan ke orang lain.  Namun, apakah efektif cara seperti ini?  Ini secara tidak langsung mengisolasi para penderita kusta dengan dunia luar.  Mereka akan dikucilkan dari masyarakat luas.  Mereka dianggap monster yang sangat menakutkan oleh masyarakat awam.  Kusta bukanlah penyakit yang membuat orang mati seketika, seperti penyakit menular lainya.  Akan tetapi, bisa dikatkaan sebagai penyakit kronis.  Penyakit ini menimbulkan banyak masalah sosial dan ekonomi bagi penderitanya.  Dibutuhkan peran serta  mantan penderita kusta dan penderita berbicara secara terbuka di dalam masyarakat itu sendiri agar mereka tidak dikucilkan di masyarakat.
            Menurut Prof. Tjandra Meski tergolong penyakit menular dengan efek kecacatan tetap jika tak ditangani dengan baik, namun kusta dapat diobati dengan memberikan Kombinasi obat dalam blister multi drug therapy (MDT) diberikan sesuai dengan jenis penyakit. Kabar baiknya adalah obat MDT diberikan secara cuma-cuma di Puskesmas. “Dosis pertama harus diminum di depan petugas puskesmas dan untuk selanjutnya obat diminum sesuai petunjuk dalam blister,  (Erni Wibowo 2010).
            Pada saat praktek belajar lapangan di  dusun tanjung sari desa tebing linggahara kecamatan bilah barat Kabupaten LabuhanBatu dari lima kepala keluarga yang ditemui dan ditanya tentang penyakit kusta  Dua diantaranya masih tidak mengerti tentang penyakit kusta  tersebut.
         Dari uraian diatas mengingat banyaknya kesulitan dan kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit kusta maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Penyakit Kusta di Dusun  Tanjung sari Desa LinggaHara kecamatan Bilah Barat Kabupaten Labuhan Batu tahun 2011.
1.2  Rumusan Masalah
         Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah adalah “ Bagaimana Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Penyakit Kusta di Dusun  Tanjung Sari Desa Tebing Linggahara kecamatan Bilah Barat Kabupaten LabuhanBatu tahun 2011
1.3 Tujuan Penelitian
            - Tujuan Umum
         Untuk Mengetahui tingkat pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Penyakit Kusta di Dusun  Tanjung Sari Desa Tebing Linggahara kecamatan Bilah barat Kabupaten LabuhanBatu tahun 2011
- Tujuan Khusus
  • Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang defenisi Kusta.
  • Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang penybab Kusta.
  • Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang tanda dan gejala Kusta
  • Untuk mengetahui  tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang pemeriksaan klinis Kusta
  • Untuk mengetahui  tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang cara penularan kusta
  • Untuk Mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang  pengobatan Kusta
  • Untuk mengetahi tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang pencegahan kusta
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Perkembangan ilmu keperawatan
         Sebagai bahan masukan dan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi perawat Tentang penyakit kusta.
1.4.2. Penelitian keperawatan
         Memberikan sumber data yang baru bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian yang lebih lanjut tentang Penyakit Kusta
 1.4.3   Institusi pendidikan/ Masyarakat
         Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi institusi pendidikan, meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang Penyakit  Kusta, dan diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penyakit kusta.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep pengetahuan
2.1.1    Defenisi Pengetahuan
         Pengetahuan adalah hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Soekidjo Notoatmojo 2003)
2.1.2. Tingkat Pengetahuan.
         Pengetahuan yang mencakup didalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni : (Notoadmojo 2003)
  1. Tahu
         Tahu diartikan sebagai meningkatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
  1.  Memahami
6
 
         Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
  1. Aplikasi
         Aplikasi diartikan sebagai kemamapuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
  1. Analisis
         Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain Kemamapuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kerja, seperti. Dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
  1. Sintesis
         Sintesis menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
     f.     Evaluasi
         Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau     penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3        Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmojo,2003)
a)      Umur
      Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologis. semangkin bertambahnya usia seseorang maka bertambah pula pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang tersebut. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam, hampir semua keadan menunjukkan hubungan dengan umur.
b)      Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik pada sarana pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan) karena pendidikan adalah suatu proses.
c)   Pekerjaan
      Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan atau karyawan adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahan dengan menerima upah atau gaji, sedangkan lapangan pekerjaan adalah macam pekerjaan yang dilaksanakan atau ditugaskan pada seseorang.
d) Sumber informasi
      Informasi adalah data yang di proses kedalam suatu bentuk yang mempunyai sipenerima dan mempunyai nilai data dan rasa bagi keputusan saat itu atau keputusan mendatang.


2.2      Kusta
2.2.1. Defenisi Kusta
            Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, Penyebabnya ialah Mikobakterium leprae yang intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus repiratorius bagian atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. ( A. Kosasih dkk 1999)
            Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobakterium leprae ( M. Leprae)  yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. (Dali Amiruddin 2000).
2.2.2. Penyebab
            Penyebab penyakit ini adalah mikobakterium lepra (Mycobakterium leprae, M. Leprae) ( Dali Amiruddin 2000)
            Kuman penyebab kusta adalah Mycobaterium Leprae yang ditemukan oleh G.A HANSEN pada tahun 1879 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. M. Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0.5 Um, Tahan asam dan alkohol, serta positif gram. (A. Kosasih dkk 1999)
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. (Smal crab. Com 2010)
2.2.3. Tanda dan Gejala
            Tanda dan gejala penyakit kusta biasanya menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium yang lanjut dan diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja. Gejala dan keluhan penyaklit bergantung pada:
·        Multiplikasi dan diseminasi kuman . Leprae
·        Respon imun penderita terhadap kuman M . Leprae
·        Komplikasi yang dikibatkan oleh kerusakan saraf perifer.
Ada 3 tanda kardinal. Kalau salah satu ada, tanda tersebut sudah cukup menetapkan diagnosis penyakit kusta yakni:
1.      Lesi kulit yang anestesi.
2.      Penebalan saraf perifer.
3.      Ditemukan M.  Leprae (Bbakteriologis positif)
( Dali Amiruddin 2000)
Menurut WHO ( 1995) di kutip oleh arif  Mansjoer (2000) Diagnosis kusta kusta  ditegakkan bila terdapat  satu dari tanda kardinal berikut:
1.      Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwara tembaga. Lesi dapat berfariasi tetapi pada umumnya berupa makula, papul atau nodul.
            Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambara kahas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/ atau kelemahan otot juga merupakjan tanda kusta.
2.      BTA positif
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kjerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.
2.2.4.      Pemeriksaan Klinis
Menurut arif manjoer (2000) Pemeriksaan klinis penyakit kusta sebagai berikut:    
    a.   Inspeksi. Pasien dimnta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya makula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit dan kehilangan rambut tubuh ( alopesia dan madarosis).
b. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas ( rasa raba), jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air pana dan dingin dalm tabung reaksi ( rasa suhu).
c.   Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n. Auricularis magnus, n. Ulnaris, n. Radilis, n. Medianus, n. Peroneus, dan n. Tibialis posterior. Hasil pemeriksan yang perlu dicatat adalah pembesran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah kesakitan atau tidak saat saraf diraba.
d. Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu pemeriksaan ada atau tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjer keringat dengan menggunakan pensil tinta ( uji Gunawan).
2.2.5. Cara penularan kusta
Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas, penularan di dalam rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularan kusta.
            Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung.
Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
  • Melalui sekresi hidung, basil yang berasal dari sekresi hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
·         Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang. (Zulkifli, 2010)
2.2.6.      Pengobatan Kusta
   Tujan urtama program pemberantasan penyakit kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe ng menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
   Program Multi Drug Terapi (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS (Diamino difnil sulfon) dimuli tahun 1981. Program ini tujuannya untuk mengatasi resistensi dapson yang semangkin meningkat, mengurangi ketidak taatan pasien, mengurangi angka poutus obat, dn mengeliminasipersistensi kuman kusta dalam jaringan.
         Rejimen pengobatan MDT di indonesi sesuai rekomndasi WHO ( 1995) sebagai berikut
Jenis  obat dan dosis untuk orang dewasa:
1.      Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.
2.      DDS (Diamino difnil sulfon) tablet 100mg/hari diminum dirumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. Dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT ( Related From Tretment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Complention of Treatmen Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
·        Dosis untuk anak  
            Klofazimin: Umur dibawah 10 tahun: bulanan 100mg/bulan
            Harian 50 mg/2kali/minggu
·        Dosis untuk Umur 11-14 tahun:            
    -  bulanan 100mg/bulan
            Harian 50mg/3kali/minggu
·        DDS (Diamino difnil sulfon) :1-2 mg/kg berat badan
            Rifampisin: 10-15 mg/kg berat badan



2.2. 7. Pencegahan Kusta
         Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit kusta yakni dengan diagnosa dan pengobatan dini pada orang terinfeksi. Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera dihindari dan diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi perorangan maupun sanitasi lingkungan, (Zulkifli, 2004).



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar