PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kusta termasuk penyakit
tertua. Kata kusta Berasal dari bahasa india Khusta dikenal sejak 1400 tahun
sebelm masehi. Kata lepra ada disebut-sebut dalam kitab injil, terjemahan dari
bahasa Hebrew Zaraath, yang
sebenarnya mencakup beberapa kulit lainya. Ternyata bahwa berbagai deskriptip
mengenai penyakit inisangat kabur, apalagi jika dibandingkan dengan kusta yang
kita kenal sekarang ini. (Sri Linuwih 2002)
Kusta
atau lepra merupakan penyakit yang menyerang sel saraf tepi, dan organ tubuh
dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat
berfungsi dengan normal. kusta disebabkan oleh bakteri tahan yang asam, gram positif, yaiu micobakterium
Leprae. Penularan kusta dapt terjadi melalui kontak langsung dengan penderita
dan udara pernafasan. Namun
hal ini tergantung dari imunitas tubuh individu. Jika imunitas tinggi
kemungkinana untuk menderita penyakit ini sangat jarang. (erni 2010).
|
Selain itu, banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa penyakit kusta adalah kutukan dari Tuhan Yang maha Esa atas dosa-dosa yang pernah dibuat, dan kutukan itu diyakini dapat
mendatangkan bencana. Penderita kusta terisolisasi dan dikucilkan dari masyarakat luas.
Bahkan, mereka tidak diakomodir dengan baik oleh masyarakat umum dan juga
beberapa instansi. Mereka dianggap sebagai orang yang perlu dikasihani atau bahkan dihindari dalam artian tidak
diberikan kesempatan untuk berapresiasi dalam hidup mereka. Kurangnya kesadaran dari penderita kusta untuk
berobat juga merupakan alasan meningkatnya kusta di Indonesia. Dan juga
kurang sosialisasi dari tenaga kesehatan untuk memberikan pengetahuan kepada
penderita kusta dan masyarakat yang sehat. (Erni wibowo, 2010).
WHO melaporkan pada 115 negara dan
teritori pada 2006, prevalensi terdaftar kusta pada awal tahun 2006 adalah
219.826 kasus. Penemuan kasus
baru pada tahun sebelumnya adlaah 296.499 kasus. (Sasaki S 2006)
Menurut Prof Tjandra, di Indonesia saat
ini masih ada 14 Propinsi yang dengan beban kusta yang tinggi, dengan
angka penemuan kasus baru lebih besar dari 10 per 100,000 penduduk atau
penemuan kasus baru di atas 1.000 kasus per tahun. Sampai akhir 2008 tercatat
17.441 kasus baru kusta di Indonesia, (ErniWibowo 2010)
Kepala Seksi Pengendalian
dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut),
Sukarni, di Medan mengatakan sepanjang tahun 2010 tercatat 202 kasus penyakit
kusta dari berbagai daerah di provinsi Sumatra Utara. (Sukarni, 2011)
Sedangkan di Kabupaten
Labuhan Batu Penyakit kusta sampai saat ini masih merupkan masalah kesehatan.
Pada tahun 2009 jumlah penduduk kusta Sebanyak 29 orang dengan persentase
penderita kusta yang selesai berobat sebesar 79,31% ( 23 orang yang selesai
berobat) sedangkan 20, 68% lagi atau 6 orang lagi masihg tahap pengobatan. (Profil DINKES 2009).
Sebenarnaya pemerintah telah melakukan program untuk mengatasi penularan kusta, yaitu membuat perkampungan khusus kusta. Perkampungan itu tujuannya untuk memudahkan pengobatan penderita kusta dan mengurangi risiko penularan ke orang lain. Namun, apakah efektif cara seperti ini? Ini secara tidak langsung mengisolasi para penderita kusta dengan dunia luar. Mereka akan dikucilkan dari masyarakat luas. Mereka dianggap monster yang sangat menakutkan oleh masyarakat awam. Kusta bukanlah penyakit yang membuat orang mati seketika, seperti penyakit menular lainya. Akan tetapi, bisa dikatkaan sebagai penyakit kronis. Penyakit ini menimbulkan banyak masalah sosial dan ekonomi bagi penderitanya. Dibutuhkan peran serta mantan penderita kusta dan penderita berbicara secara terbuka di dalam masyarakat itu sendiri agar mereka tidak dikucilkan di masyarakat.
Sebenarnaya pemerintah telah melakukan program untuk mengatasi penularan kusta, yaitu membuat perkampungan khusus kusta. Perkampungan itu tujuannya untuk memudahkan pengobatan penderita kusta dan mengurangi risiko penularan ke orang lain. Namun, apakah efektif cara seperti ini? Ini secara tidak langsung mengisolasi para penderita kusta dengan dunia luar. Mereka akan dikucilkan dari masyarakat luas. Mereka dianggap monster yang sangat menakutkan oleh masyarakat awam. Kusta bukanlah penyakit yang membuat orang mati seketika, seperti penyakit menular lainya. Akan tetapi, bisa dikatkaan sebagai penyakit kronis. Penyakit ini menimbulkan banyak masalah sosial dan ekonomi bagi penderitanya. Dibutuhkan peran serta mantan penderita kusta dan penderita berbicara secara terbuka di dalam masyarakat itu sendiri agar mereka tidak dikucilkan di masyarakat.
Menurut Prof. Tjandra
Meski tergolong penyakit menular dengan efek kecacatan tetap jika tak ditangani
dengan baik, namun kusta dapat diobati dengan memberikan Kombinasi obat dalam
blister multi drug therapy (MDT) diberikan sesuai dengan jenis penyakit.
Kabar baiknya adalah obat MDT diberikan secara cuma-cuma di Puskesmas. “Dosis
pertama harus diminum di depan petugas puskesmas dan untuk selanjutnya obat
diminum sesuai petunjuk dalam blister, (Erni
Wibowo 2010).
Pada saat praktek belajar
lapangan di dusun tanjung sari desa
tebing linggahara kecamatan bilah barat Kabupaten LabuhanBatu dari lima kepala
keluarga yang ditemui dan ditanya tentang penyakit kusta Dua diantaranya masih tidak mengerti tentang
penyakit kusta tersebut.
Dari
uraian diatas mengingat banyaknya kesulitan dan kerugian yang ditimbulkan oleh
penyakit kusta maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Tingkat
Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Penyakit Kusta di Dusun Tanjung sari Desa LinggaHara kecamatan Bilah
Barat Kabupaten Labuhan Batu tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian diatas maka rumusan masalah adalah “ Bagaimana Tingkat Pengetahuan
Kepala Keluarga Tentang Penyakit Kusta di Dusun
Tanjung Sari Desa Tebing Linggahara kecamatan Bilah Barat Kabupaten
LabuhanBatu tahun 2011
1.3 Tujuan Penelitian
- Tujuan Umum
Untuk
Mengetahui tingkat pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Penyakit Kusta di
Dusun Tanjung Sari Desa Tebing Linggahara
kecamatan Bilah barat Kabupaten LabuhanBatu tahun 2011
- Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang defenisi Kusta.
- Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang penybab Kusta.
- Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang tanda dan gejala Kusta
- Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang pemeriksaan klinis Kusta
- Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang cara penularan kusta
- Untuk Mengetahui tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang pengobatan Kusta
- Untuk mengetahi tingkat pengetahuan Kepala keluarga tentang pencegahan kusta
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Perkembangan ilmu keperawatan
Sebagai
bahan masukan dan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya bagi perawat Tentang penyakit kusta.
1.4.2. Penelitian keperawatan
Memberikan
sumber data yang baru bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian yang
lebih lanjut tentang Penyakit Kusta
1.4.3 Institusi pendidikan/ Masyarakat
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi institusi pendidikan,
meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang Penyakit Kusta, dan diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat tentang penyakit kusta.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep pengetahuan
2.1.1 Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. (Soekidjo Notoatmojo 2003)
2.1.2. Tingkat Pengetahuan.
Pengetahuan
yang mencakup didalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
(Notoadmojo 2003)
- Tahu
Tahu
diartikan sebagai meningkatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
- Memahami
|
- Aplikasi
Aplikasi
diartikan sebagai kemamapuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
- Analisis
Analisis
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain Kemamapuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kerja, seperti. Dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
- Sintesis
Sintesis
menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang
telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi
ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan (Notoatmojo,2003)
a) Umur
Umur
adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologis. semangkin
bertambahnya usia seseorang maka bertambah pula pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki seseorang tersebut. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam, hampir
semua keadan menunjukkan hubungan dengan umur.
b) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses
belajar yang penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik pada sarana
pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan) karena
pendidikan adalah suatu proses.
c) Pekerjaan
Pekerjaan
adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan
guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan atau karyawan
adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahan
dengan menerima upah atau gaji, sedangkan lapangan pekerjaan adalah macam
pekerjaan yang dilaksanakan atau ditugaskan pada seseorang.
d) Sumber informasi
Informasi
adalah data yang di proses kedalam suatu bentuk yang mempunyai sipenerima dan
mempunyai nilai data dan rasa bagi keputusan saat itu atau keputusan mendatang.
2.2
Kusta
2.2.1. Defenisi Kusta
Kusta
adalah penyakit infeksi yang kronik, Penyebabnya ialah Mikobakterium leprae yang intraseluler
obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa
traktus repiratorius bagian atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat. ( A. Kosasih dkk 1999)
Penyakit
kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobakterium leprae ( M.
Leprae) yang pertama kali menyerang
susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran
pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan
testis. (Dali Amiruddin 2000).
2.2.2. Penyebab
Penyebab
penyakit ini adalah mikobakterium lepra (Mycobakterium
leprae, M. Leprae) ( Dali Amiruddin 2000)
Kuman
penyebab kusta adalah Mycobaterium Leprae yang ditemukan oleh G.A HANSEN pada
tahun 1879 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam
media artifisial. M.
Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0.5 Um, Tahan asam dan alkohol,
serta positif gram. (A. Kosasih dkk 1999)
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium
leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro
biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan
bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika
diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh
karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. (Smal crab. Com 2010)
2.2.3. Tanda dan Gejala
Tanda
dan gejala penyakit kusta biasanya menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium
yang lanjut dan diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja. Gejala dan keluhan penyaklit bergantung
pada:
·
Multiplikasi
dan diseminasi kuman . Leprae
·
Respon
imun penderita terhadap kuman M . Leprae
·
Komplikasi
yang dikibatkan oleh kerusakan saraf perifer.
Ada 3 tanda kardinal. Kalau
salah satu ada, tanda tersebut sudah cukup menetapkan diagnosis penyakit kusta
yakni:
1. Lesi kulit yang anestesi.
2. Penebalan saraf perifer.
3. Ditemukan M. Leprae (Bbakteriologis
positif)
( Dali Amiruddin 2000)
Menurut WHO ( 1995) di kutip
oleh arif Mansjoer (2000) Diagnosis
kusta kusta ditegakkan bila
terdapat satu dari tanda kardinal
berikut:
1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan
sensibilitas.
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi
kemerahan atau berwara tembaga. Lesi dapat berfariasi tetapi pada umumnya
berupa makula, papul atau nodul.
Kehilangan
sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambara kahas. Kerusakan saraf terutama
saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan
otot. Penebalan saraf tepi
saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/ atau kelemahan otot juga
merupakjan tanda kusta.
2. BTA positif
Pada beberapa kasus ditemukan
basil tahan asam dari kjerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap
sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan
diagnosis kusta atau penyakit lain.
2.2.4.
Pemeriksaan Klinis
Menurut arif manjoer (2000)
Pemeriksaan klinis penyakit kusta sebagai berikut:
a. Inspeksi.
Pasien dimnta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa untuk
mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh tubuh
diperhatikan, seperti adanya makula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput,
penebalan kulit dan kehilangan rambut tubuh ( alopesia dan madarosis).
b. Pemeriksaan sensibilitas
pada lesi kulit dengan menggunakan kapas ( rasa raba), jarum pentul yang tajam
dan tumpul (rasa nyeri), serta air pana dan dingin dalm tabung reaksi ( rasa
suhu).
c. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan
pada: n. Auricularis magnus, n. Ulnaris, n. Radilis, n. Medianus, n. Peroneus,
dan n. Tibialis posterior. Hasil pemeriksan yang perlu dicatat adalah
pembesran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah
kesakitan atau tidak saat saraf diraba.
d. Pemeriksaan fungsi saraf
otonom, yaitu pemeriksaan ada atau tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak
berfungsinya kelenjer keringat dengan menggunakan pensil tinta ( uji Gunawan).
2.2.5. Cara penularan kusta
Meskipun cara penularannya yang pasti belum
diketahui dengan jelas, penularan di dalam rumah tangga dan kontak/hubungan
dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularan kusta.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
- Melalui sekresi hidung, basil yang berasal dari sekresi hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
·
Kontak
kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,
keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak
yang lama dan berulang-ulang. (Zulkifli, 2010)
2.2.6.
Pengobatan Kusta
Tujan urtama program pemberantasan penyakit
kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe ng menular
kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program Multi Drug Terapi (MDT) dengan
kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS (Diamino difnil sulfon) dimuli tahun
1981. Program ini tujuannya untuk mengatasi resistensi dapson yang semangkin
meningkat, mengurangi ketidak taatan pasien, mengurangi angka poutus obat, dn
mengeliminasipersistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di indonesi sesuai
rekomndasi WHO ( 1995) sebagai berikut
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
1. Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan
petugas.
2. DDS (Diamino difnil sulfon) tablet
100mg/hari diminum dirumah
Pengobatan 6 dosis
diselesaikan dalam 6-9 bulan. Dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT ( Related From Tretment = berhenti minum
obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995)
tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Complention of Treatmen
Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
·
Dosis
untuk anak
Klofazimin: Umur dibawah 10 tahun: bulanan 100mg/bulan
Harian 50 mg/2kali/minggu
·
Dosis
untuk Umur 11-14 tahun:
- bulanan
100mg/bulan
Harian 50mg/3kali/minggu
·
DDS (Diamino
difnil sulfon) :1-2 mg/kg berat badan
Rifampisin:
10-15 mg/kg berat badan
2.2. 7. Pencegahan Kusta
Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit
kusta yakni dengan diagnosa dan pengobatan dini pada orang terinfeksi.
Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pernah
digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera dihindari dan
diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta
peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi
perorangan maupun sanitasi lingkungan, (Zulkifli, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar